SUTRA SENGKANG

TEMPO.COM, Jakarta -Keistimewaan sutra sengkang yang lain adalah kekhasan motif yang dimiliki. Sutra yang dalam bahasa setempat disebut 'sabbe' diproduksi dengan alat tenun yang pengerjaanya masih menggunakan tenaga manusia.


Kurang lebih ada empat motif yang biasanya digunakan pada sutra sengkang. ada Motif 'Balo Tettong' alias bergaris atau tegak, motif 'Makkalu' atau melingkar, motif 'Mallobang' atau berkotak kosong, dan motif 'Balo Renni' alias berkotak kecil.


Selain itu, ada dua lagi motif tambahan yang biasanya digunakan diantaranya dengan mengkombinasikan benang hingga menghasilkan motif timbul 'Wennang Sau' serta motif 'Bali Are' dengan sisipan benang tambahan.

Tak hanya kain sutra yang ditawarkan, anda juga bisa langsung memesan untuk menjahit kain yang anda beli untuk dijadikan pakaian yang anda inginkan. Ukuran yang dipakai tidak melulu dengan menggunakan meter. Ada pula istilah 'sarimbit', yang bisa digunakan untuk membuat pakaian berpasangan.


Sarimbit kira-kira berukuran 6 meter lebih, 2,25 meter untuk pakaian pria, 2 meter untuk pakaian wanita dan 2 meter lagi untuk bagian bawahannya.

Sutra di Kabupaten Wajo pada mulanya hanya boleh dikenakan pada acara-acara khusus oleh golongan bangsawan saja. Sutera adalah barang mewah yang menunjukkan strata sosial bagi penggunannya. 

"Orang biasa tidak menggunakan sutra sebagai upaya menghargai Rajanya," ujar Ridwan Pamelleri, salah seorang pengrajin sutera dari kampung Pakkanna.


Namun seiring berjalannya waktu tradisi itu mulai ditinggalkan dan sekarang semua orang bisa menggunakan sutra. Terlebih setelah sutra menjadi komoditas ekonomi utama masyarakat.

Dewasa ini kain tenun sutra dengan motif asli Wajo akan mudah anda temui di beberapa rancangan karya perancang-perancang Makassar. Salah satu yang sering mengangkat sutra asli Wajo ini sebagai tema utama rancangannya adalah perancang Adhie dan Alie. Kedua perancang kenamaan tersebut secara aktif mengangkat kain tenun sutra sebagai tema karyanya dalam rangka mengkampanyekan kekayaan karya budaya bugis secara lebih luas.

HIMAS PUSPITO PUTRA


0 komentar:

Posting Komentar